AL-IMAM AZ-ZUHRI
Ini adalah biografi seorang imam yang pakar
dalam ilmu hadits, termasuk tabi’in akhir, pemimpin besar dan senior dalam
bidang hadits, guru dari imam Malik, Al-Laits, Ibnu Abi Dza’ab, dua Sufyan, dan
yang lain dari pengikut para tabi’in. Dialah Imam Az-Zuhri seorang imam yang
terhormat dan mulia. Abu Nu’aim berkata, “Di antara mereka terdapat orang yang
diakui keilmuannya, ahli dalam bidang hadits, baik riwayah maupun dirayahnya :
dialah Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri, seorang yang terhormat
dan dermawan.
Dia pernah bertemu
dengan Said bin Al-Musayyib, yang merupakan senior tabi’in dan ia
belajar dengannya selama 8 tahun. Selain itu, dia juga belajar kepada Urwah bin
Az-Zubair, Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah, Al-Qasim bin Muhammad dan masih
banyak yang lain dari para tabi’in. Az-Zuhri termasuk seorang pakar dalam
hafalan, kecerdasan dan dalam keilmuan, hingga Said bin Al-Musayyib memujinya.
Dia berkata, “Barang siapa yang meninggal dunia dan meninggalkan orang
sepertimu, maka dia tidaklah meninggal.”
Allah SWT memberikan jalan kehormatan dan kemuliaan
kepadanya di dunia dan akhirat. Az-Zuhri merupakan tabi’in yang banyak
mempunyai harta, dermawan dan mempunyai jabatan penting dalam pemerintahan Bani
Umayyah. Dia termasuk orang pertama yang menyusun ilmu hadits atas perintah
Khalifah Umar bin Abdul Aziz dan sering bepergian antara Syam dan Hijaz. Abu
Bakar Al-Hadzli berkata, “Aku pernah belajar kepada Al-Hasan dan Muhammad bin
Sirrin, akan tetapi aku belum pernah melihat orang yang lebih terhormat
daripadanya-maksudnya Az-Zuhri-.” Al-Hasan dan Ibnu Sirrin dalam sastra keseniorannya
dalam kelompok tabi’in memang lebih tinggi daripada Az-Zuhri, mereka berdua
juga lebih tua darinya, akan tetapi ilmunya lebih tinggi dari mereka berdua.
Allah SWT telah memberikan keutamaan dan rahmat-Nya kepada orang yang
dikehendaki-Nya. Dan, sesungguhnya Allah adalah Dzat yang Maha Bijaksana dan
Maha Mulia.
Ø Nama,
Kelahiran, dan Sifat-sifatnya
Namanya: Muhammad bin Muslim bin Abdillahnbin Syihab
bin Abdillah bin Al-Harits bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay
bin Ghalib. Abu Bakar Al-Quraisy Az-Zuhri Al-Madani bertempat tinggal di Syam,
beliau seorang imam yang ilmunya luas dan Al-Hafidz di zamannya.
Kelahirannya: ada dua pernyataan perihal kelahiran beliau,
yang pertama Duhaim dan Ahmad bin Shaleh mengatakan bahwa Al-Imam Az-Zuhri
lahir pada tahun 50 Hijriyah. Kemudian pernyataan yang kedua dari Khulaifah bin
Khayyath mengatakan bahwa beliau lahir pada tahun 51 Hijriyah.
Sifat-sifatnya: Muhammad bin Yahya bin Abi Umar dari Sufyan berkata, “Aku pernah
melihat Az-Zuhri dengan rambut dan jenggotnya yang berwarna kemerah-merahan.”
Dari Ya’kub bin Abdirrahman, dia berkata, “Aku pernah melihat Az-Zuhri dengan perawakannya yang pendek, sedikit jenggotnya, mempunyai rambut yang panjang dan menarik hati.”
Adz-Dzahabi berkata, “Dia adalah orang yang terhormat dan senang memakai pakaian militer, mempunyai perangai yang baik dalam pemerintahan Bani Umayyah.”
Muhammad bin Isykab berkata, “Az-Zuhri pernah menjadi tentara militer”
Dari Ya’kub bin Abdirrahman, dia berkata, “Aku pernah melihat Az-Zuhri dengan perawakannya yang pendek, sedikit jenggotnya, mempunyai rambut yang panjang dan menarik hati.”
Adz-Dzahabi berkata, “Dia adalah orang yang terhormat dan senang memakai pakaian militer, mempunyai perangai yang baik dalam pemerintahan Bani Umayyah.”
Muhammad bin Isykab berkata, “Az-Zuhri pernah menjadi tentara militer”
Ø Sanjungan
Para Ulama Terhadap Al-Imam Az-Zuhri
Amr bin Dinar mengatakan, “Aku tidak pernah melihat seorang pun
yang lebih mengetahui tentang hadis dibandingkan Ibnu Syihab (Imam Az-Zuhri).
Diceritakan Umar bin Abdul Aziz bertanya kepada para sahabatnya,
“Apakah kalian mau menemui Ibnu Syihab (Az-Zuhri)?” Mereka menjawab,”Kami akan
melakukannya.” Dia berkata, “Temuilah dia, karena sesungguhnya tidak ada yang
tersisa saat ini orang yang lebih tahu tentang sunnah Rasulullah SAW
daripadanya.”
Dari Al-Laits, dia berkata, “Aku belum pernah melihat seorang
ulama yang lebih spesialis daripada Az-Zuhri. Jika dia berbicara tentang
keutamaan dalam ibadah, maka kamu akan berkata, “Tidak ada yang lebih baik
penjelasannya dari dia.” Ketika dia berbicara tentang nasab orang Arab dan
non-Arab, maka kamu akan berkata,” Tidak ada yang lebih baik penjelasannya dari
dia.” Ketika dia berbicara tentang Al-Qur’an dan As-sunnah, kamu juga akan
mengatakan hal yang sama, “Tidak ada yang lebih baik penjelasannya dari dia.”
Dari Ad-Darawardi, dia berkata, “Sesungguhnya orang yang pertama
kali menyusun dan membukukan ilmu pengetahuan adalah Ibnu Syihab (Al-Imam
Az-Zuhri).”
Dari Ahmad bin Hambal, dia berkata, “Az-Zuhri adalah orang yang
paling kompeten dalam hadits dan yang paling baik sanadnya.”
Abu Hatim berkata, “Orang yang paling tinggi ilmunya di antara
para sahabat Anas bin Malik adalah Az-Zuhri.”
Dari Ibrahim bin Sa’ad dari ayahnya, dia berkata, “Tidak ada orang
setelah Rasulullah SAW yang banyak ilmunya seperti Ibnu Syihab.”
Ada seseorang bertanya kepada Al-Makhul, “Siapakah orang yang
paling banyak ilmunya dari orang yang pernah Anda temui?” dia berkata, “Ibnu
Syihab.” Orang itu bertanya lagi, “lalu siapa?” dia berkata, “Ibnu Syihab.” Dan
orang itu pun bertanya untuk yang ketiga kalinya, “Lalu siapa?” dia berkata,
“Ibnu Syihab.”
Ahmad bin Abdillah Al-Ijli berkata, “Dia pernah bertemu dengan
beberapa sahabat Rasulullah SAW yang diantaranya adalah Anas bin Malik, Sahl bin
Sa’ad, Abdurrahman bin Azhar dan Mahmud bin Ar-Rabi’ Al-Anshari. Dia juga
meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Umar lebih dari tiga hadits dan juga dari
As-Sa’ib bin Yazid.”
Abu Bakar Ibnu manjawaih, dia berkata, “Az-Zuhri pernah melihat
sepuluh sahabat Rasulullah SAW, dia merupakan orang paling banyak hafalannya di
masanya, paling baik dalam mengisahkan sebuah hadits di samping seorang yang
ahli fiqh dan mulia.”
Dari Ja’far bin Rabi’ah, dia berkata, “Aku berkata kepada Arrak
bin Malik, dia berkata, “Tokoh paling senior di bidang fiqh di wilayah Madinah
dan yang paling tahu tentang sejarah umat manusia adalah Sa’id bin Al-Musayyib,
adapun yang paling berkompeten dalam bidang hadits adalah Urwah bin Zubair. Dan
jika Anda ingin menyemburkan lautan ilmu pengetahuan, niscaya akan Anda
dapatkan adalah Ubaid bin Abdillah.”
Arrak berkata, “Adapun menurutku, diantara mereka itu yang paling
banyak ilmunya adalah Ibnu Syihab, karena ilmunya adalah kumpulan dari ilmu
mereka itu.”
Dari Yunus dari Ibnu Syihab, dia berkata, “Sa’id bin Al-Musayyib
pernah berkata kepadaku, “Tidak ada seorang pun yang meninggal dunia yang
meninggalkan (karya) seperti kamu”
Ø Sebab-sebab Keunggulan Ibnu Syihab di Bidang Ilmu Pengetahuan
A. Kekuatan Hafalannya
Dari kehebatan hafalan Beliau (Ibnu Syihab) adalah dia menghafal
Al-Qur’an dalam 80 malam. Hal ini dikisahkan darinya oleh keponakannya yaitu
Muhammad bin Abdillah. Abdurrahman bin Ishaq (teman Ibnu Syihab) mengatakan
bahwa Ia sama sekali belum pernah mengulangi sebuah hadits dan juga tidak ragu
menghafalnya kecuali hanya satu saja, kemudian ia menanyakan kepada Ibnu Syihab
dan ternyata hadits itu memang sama persis seperti yang telah ia hafalkan.
Beliau sangatlah kuat hafalannya,
sehingga beliau tidak pernah menghafal sesuatu pun dalam suatu perkara, lalu
melupakannya begitu saja.
B. Dia Menulis Semua Apa yang Didengarnya
Abdurrahman bin Abi Az-Zinad menceritakan ketika ayahnya sedang
thawaf bersama Ibnu Syihab. Pada waktu itu Ibnu Syihab menjadi bahan tertawaan
karena ia membawa selembar kertas dan papan tulis. Dalam sebuah riwayat
disebutkan, Saat itu Ibnu Syihab bersama rombongannya sedang belajar dan
menulis tentang halal dan haram, dan Ibnu Syihab menuliskan semua yang
didengarnya. Ketika ada seseorang yang merujuk pada tulisannya, orang tersebut
berkata, “Aku tahu bahwa dia adalah orang yang paling tinggi ilmu
pengetahuannya.”
Dari Muhammad bin Ikrimah bin
Abdirrahman bin Al-Harits bin Hisyam, dia berkata, “Ibnu Syihab agak berbeda
dengan Al-A’raj. Az-Zuhri pernah belajar pada Al-A’raj. Ketika Al-A’raj sedang
menulis mushaf, Az-Zuhri bertanya kepadanya tentang hadits, lalu Az-Zuhri
mengambil selembar kertas dan menulisnya. Setelah itu Az-Zuhri menghafalnya,
ketika dia telah hafal, lalu kertas itu dirobeknya.”
Dari Shaleh bin Kaisan, dia berkata,
“Saat itu, aku dan Az-Zuhri masih bersama-sama menuntut ilmu. “Perawi
berkata,”Kemudian dia berkata, “Mari kita menulis sunnah.” Perawi berkata, “Kemudian kami menulis apa yang pernah
dibawakan Rasulullah SAW,” lalu dia berkata, “Mari kita menulis tentang apa
yang pernah dibawakan oleh para sahabat Rasulullah SAW.” Perawi berkata, “Dia
menulis dan aku tidak menulisnya, dan akhirnya dia berhasil sedang aku kalah
karena aku lupa.”
C. Dia Slalu Mengulang dan
Mempelajarinya
Az-Zuhri berkata, “Ilmu pengetahuan sirna karena penyakit lupa dan
tidak mempelajarinya.” Itulah pesan yang selalu beliau sampaikan kepada para
sahabat-sahabat beliau ketika sedang menuntut ilmu. Ibnu Syihab pernah menuntut
ilmu kepada Urwah dan yang lain, kemudian dia membangunkan seorang budak
perempuannya yang masih tertidur, lalu dia berkata kepadanya, “Si Fulan sedang
begini, begini.” Si budak itu berkata, “apa ini?”,dia kemudian berkata, “Aku
telah tahu bahwa kamu tidak dapat memanfaatkannya, akan tetapi aku sudah
mendengar dan aku ingin mengingatnya (mempelajarinya).”
D. Sering Berteman dan
Mendekat kepada Orang yang Berilmu serta Memberikan Pengabdian kepada mereka
Dari Malik dari Az-Zuhri, dia berkata, “Aku pernah
mengikuti/menemani Sa’id bin Al-Musayyib dalam mencari sebuah hadits selama
tiga hari.”
Dari Mu’ammar, dia berkata, “Aku
pernah mendengar Az-Zuhri berkata, “Kedua lututku pernah menyentuh lutut Sa’id
bin Al-Musayyib (memijat/mengabdi)nselama delapan tahun.”
Dari Malik bin Anas dari Az-Zuhri,
dia berkata, “Aku pernah mengabdi kepada Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah,
hingga suatu ketika aku ingin menemaninya keluar dan aku menunggunya dibalik
pintunya. Dia berseru, “Siapa yang mengetuk pintu?” seorang budak perempuannya
berkata, “Pembantu Anda!” sang pembantu mengira bahwa aku adalah pembantunya,
walaupun aku hanya mengabdi kepadanya
hingga mengambilkah air wudhu untuknya.”
E. Memuliakan Orang Berilmu
Diceritakan ketika Az-Zuhri ingin ke rumah Urwah, maka beliau
langsung duduk di depan pintu rumahnya lalu pergi dan tidak sampai berani masuk
ke rumah. Kalaupun beliau ingin masuk, pastilah beliau bisa masuk karena tidak
ada penjaga dan kuncinya, namun beliau tidak melakukannya karena beliau begitu
menghormatinya (termasuk orang-orang berilmu lainnya).
Dari Sufyan, dia berkata, “Aku
pernah mendengar Az-Zuhri mengatakan, “Si Fulan telah memberitahukan kepadaku,
dia ini seorang yang peduli dengan ilmu pengetahuan,” dia tidak mengatakan,
“Dia seorang yang berilmu pengetahuan.”
F. Berusaha untuk Melakukan
Hal-hal yang Dapat Membantu Hafalan dan Menghindari Kelupaan
Az-Zuhri mengatakan, “Barang siapa yang senang menghafalkan
hadits, maka hendaklah dia sering memakan zabib’
(anggur kering).” Karena Zabib itu panas, manis, lembut dan kering,
disamping itu Zabib juga dapat menghilangkan lender.
Ibnu Syihab sering berdagang malam
dengan minuman madu sebagai hidangannya, sebagaimana ahli minum (minum untuk
mengobrol/njagong) dengan minuman
mereka. Dia berkata, “Tuangkanlah untuk kami dan berbicaralah.” Dia orang yang
banyak meminum madu dan menghindari buah apel.” Beliau (Ibnu Syihab) mengatakn
bahwa meminum madu akan membantu daya ingatan dan menghindari (tidak senang)
memakan buah apel.
Ø Kemurahan Hati dan Kemuliannya
Ibnu
Syihab sering mengakhiri haditsnya dengan membaca do’a, yang artinya:
“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepadaMu
dari semua kebaikan yang Engkau ketahui di dunia dan di akhirat. Dan
sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari kejelekan yang Engkau ketahui di
dunia dan di akhirat.”
Beliau adalah seorang yang paling
dermawan sejauh yang sahabat-sahabatnya lihat, selalu memberikan sesuatu kepada
orang lain, jika telah selesai dari keperluannya, dan memberikan rasa nyaman
kepada budaknya.
Seperti yang sering beliau lakukan,
ketika menyuruh seseorang untuk memijatnya dan beliau pasti melipatgandakan
upahnya. Beliau juga senang memberikan makan kepada banyak orang yang
membutuhkan dan memberikan mereka minuman madu. Ibnu Syihab adalah Orang yang
paling dermawan, dan suatu ketika dia mengalami ketidakberuntungan, maka
budaknya berkata kepadanya, “Anda telah tahu bahwa Anda sedang mengalami
kesulitan keuangan, lihatlah keadaan Anda sekarang ini, berhematlah dalam
menggunakan harta Anda.” Kemudian dia menjawab, “Sesungguhya orang yang mulia
adalah orang yang tidak pernah surut karena cobaan.”
Dari Uqail bin Khalid, dia berkata,
“Sesungguhnya Ibnu Syihab sering keluar bersama warga berkeliling kampung
bertujuan untuk memberikan pemahaman agama kepada mereka, kemudian seorang
warga datang menemuinya, orang itu tidak mempunyai apa-apa, lalu Az-Zuhri
menunjuk surban yang aku kenakan, kemudian aku mengambilnya dan memberikan
kepadanya. Dia berkata, “Wahai Uqail, kamu akan aku beri surban yang lebih baik
dari itu.”
Dari Amr’ bin Dinar, dia berkata,
“Aku belum pernah melihat seorang pun yang begitu mudah mendermakan dinar dan
dirhamnya daripada Ibnu Syihab, padahal dia sendiri hanya mempunyai harta
sebesar tahi unta.” Az-Zuhri adalah seorang dermawan yang tidak terpengaruh
oleh cobaan.
Ø Kisah Masuknya Dalam Lingkungan Bani Umayyah dan Ketegasannya Demi
Membela Kebenaran
Ibnu Abi Dzu’ab berkata, “Saat itu keuangan
Az-Zuhri sedang terdesak, dia terlilit hutang, kemudian dia pergi ke Syam dan
duduk bersama Qubaishah bin Dzu’aib.” Ibnu Syihab berkata, “Ketika kami sedang
dalam perbincangan malam bersamanya, tiba-tiba utusan Khalifah Abdul Malik
mendatanginya. Utusan itu berkata, “Siapa diantara kalian yang mengetahui
keputusan Umar bin Al-Khatab mengenai pembagian warisan bagi seorang ibu dan
beberapa puteranya?” Aku berkata,”Aku.” Dia berkata, “Berdirilah dan ikut
denganku.”
Kemudian, kami menghadap Khalifah Abdul Malik,
saat itu dia sedang duduk diatas singgasananya, dan diantara kedua tangannya
terdapat sebuah lilin, dia bertanya, “Siapa kamu?” aku pun lalu menyebutkan
nasab dan jati diriku, lalu dia berkata, “Jadi ayahmu adalah orang yang lantang
bicara (berani) saat terjadi fitnah (fitnah Ibnu Al-Asy’ats dengan Al-Hajjaj
bin Yusuf Ats-Tsaqafi).” Aku berkata, “Wahai Amirul mukminin, sesungguhnya Allah
telah mengampuni dosa-dosa yang telah lalu.” Dia berkata, “Duduklah!” kemudian
aku duduk.
Dia bertanya, “Apakah kamu dapat membaca Al-Quran?”
aku menjawab, “Ya, aku bisa.” Dia berkata, “Bacalah surat ini sampai kesini.” Kemudian
aku membacanya.
Dia bertanya lagi, “Apakah kamu banyak tahu
tentang pembagian harta warisan?, aku menjawab, “Ya.” Dia bertanya lagi, “Apa
pendapatmu tentang seorang perempuan yang meninggalkan warisan untuk suami dan
kedua orang tuanya?” aku berkata, “Suaminya mendapatkan setengah jumlah harta,
ibunya mendapat seperenam dan sisanya untuk ayahnya.” Dia berkata, “Kamu benar
dalam membagi, akan tetapi salah dalam mengucapkannya; Seharusnya suami
mendapatkan setengah jumlah harta,
ibunya mendapatkan sepertiga yang masih tersisa.”
Dia bertanya lagi, “Lalu mana dalilmu?” Aku
berkata, “Said bin Al-Musayyib telah memberitahukan kepadaku.” Kemudian aku
berkata, “wahai amirul mukminin, bayarkanlah hutang-hutangku.” Dia berkata, “Baiklah.”
Aku berkata, “dan bagianku?” Dia berkata, “Demi Allah, tidak ada, aku tidak
pernah memberikannya kepada seorang pun (bagian harta).” Kemudian dia bersiap-siap ke Madinah.
Ø Guru dan Murid-muridnya
Guru-gurunya; Dia meriwayatkan dari Sahl
bin Sa’ad, Anas bin Malik dan dia bertemu dengan mereka berdua ini di Damaskus.
Dia juga meriwayatkan dari As-Sa’ib dari Yazid, Abdullah bin Tsa’labah bin
Sughair, Mahmud bin Ar-Rabi’, Mahmud bin Lubaid, Sufain Abu Jamilah, Abu
Ath-Thufail Amir, Abdurrahman bin Azhar, Rabi’ah bin Ubbad Ad-Daili, Abdullah
bin Mair bin Rabi’ah, Malik bin Aus Al-Hadatsan.
Murid-muridnya; Adz-Dzahabi berkata, “Beberapa
orang yang meriwayatkan darinya antara lain; “Atha’ bin Abi Rabbah, dia lebih
tua darinya dan meninggal dunia dua puluh tahun lebih dulu sebelum dia
meninggal.” Juga Amr bin Dinar, Amr bin Syu’aib, Qatadah bin Du’amah, Zaid bin
Aslam, Tha’ifah, Manshur bin Al-Mu’tamir, Ayyub As-Sakhtiyani, Yahya bin Said
Al-Anshari dan masih banyak yang lainnya.
Ø Beberapa Perkataan Mutiara
Beliau
Beliau
pernah mengatakan, “Perbanyaklah melakukan sesuatu yang tidak akan disentuh api
neraka.” Lalu ada yang bertanya, “Apakah itu?” Beliau menjawab, “Perbuatan
baik.”
Beliau
mengatakan, “Tidaklah Allah Subhanahu wa Ta’ala itu diibadahi dengan
sesuatu yang lebih afdhal dibanding dengan ilmu.”
Beliau
mengatakan, “Para ulama sebelum kita berkata, ‘Berpegang teguh dengan sunah
adalah keselamatan, sedang ilmu dicabut dengan begitu cepatnya. Dengan
kemuliaan ilmu tegaklah agama dan dunia, dan dengan hilangnya ilmu hilang pula
agama dan dunia.”
Semoga
Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati Imam Az-Zuhri, meridhainya, dan
menempatkan beliau di tempat yang agung di sisi-Nya. Amin.
Ø Mutiara Teladan
Sangat
banyak sekali catatan penting dari perjalanan hidup beliau yang hendaknya
menjadi qudwah (panutan) bagi kita, di antaranya:
1.
Menulis adalah sebuah keharusan terutama bagi seorang penuntut ilmu syar’i
karena mereka tidak akan lepas dari pena dan kertas. Tulisan akan memperkuat
ingatan. Dengan tulisan akan terikat seluruh ilmu dan faidah yang telah ia
dapatkan. Karena ilmu ibaratnya sebuah buruan, sedangkan tulisan adalah
pengikatnya.
Imam
Syafi’I pernah mengatakan,
“Ilmu
adalah buruan dan tulisan adalah pengikatnya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang
kuat. Merupakan kedunguan bila engkau telah berburu kijang. Lalu kau biarkan ia
terlepas di hadapan manusia.”
2. Hendaklah setiap hamba berusaha dalam mencari
sebab untuk sesuatu yang ia harapkan. Islam
tidak pernah mengajari kita untuk berpangku tangan dan pasrah dengan takdir.
Namun, berusahalah; dan masing-masing akan dimudahkan kepada jalannya. Bagi
mereka yang menginginkan menjadi seorang yang alim, maka belajarlah, ikat semua
ilmu yang telah didapatkan, dan sebanyak mungkin lakukan muraja’ah
terhadap ilmu tersebut. Setelah itu, banyaklah berdoa kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala semoga Dia menjadikannya termasuk ahli imu yang mengamalkan
ilmunya.
3. Merupakan adab bagi penuntut ilmu adalah
hendaknya dia memuliakan ilmu dan ahli ilmu karena ilmu yang sesungguhnya akan
menjadikan kita untuk tawadhu (rendah hati). Adapun orang pertama yang
akan dia hormati adalah orang-orang yang telah mengajarkan ilmu kepadanya. Ilmu
tidak mengajarkan kepada kita agar menjadi semakin sombong dan merendahkan
orang lain, tetapi justru semakin dia bertambah ilmunya, maka akan semakin
tinggi tawadhu’-nya, sebagaimana padi –makin berisi makin menunduk–.
Ø Meninggalnya
Adz-Dzahabi
berkata, “Banyak sejarahwan yang mengatakan bahwa Muhammad bin Sirrin meninggal
dunia selang 100 hari setelah meninggalnya Al-Hasan Al-Bashri yaitu tahun 100
Hijriyah.”
Dari
Khalid bin Khadasy, dia berkata, “Hammad bin Zaid telah berkata, “Ibnu Sirrin
meninggal dunia pada awal bulan Syawal tahun 110 Hijriyah.”
Wallahu a’lamu bishshawab.