Kita ketinggalan jauh! Kita nggak ada apa-apanya!. Itulah kalimat-kalimat yang pada umumnya muncul dari warga negara Indonesia yang mendeskripsikan sekilas perbedaan kemajuan ekonomi China dengan Indonesia yang jomplang. Indikator termudah melihat perbedaan tersebut adalah dengan melihat bangunan-bangunan fisik. Di ibukota Beijing misalnya, seperti pohon-pohon berupa bangunan tinggi yang menjamur hingga ke pinggiran kota dan seperti tak berujung. Hal itu juga terlihat di berbagai kota lain di provinsi-provinsi dekat pantai. Angka-angka juga menunjukkan geliat ekonomi China yang luar biasa. Sebut saja Provinsi Guangdong, PDBnya mengalami peningkatan pendapatan per kapita 40 kali lipat menjadi 1.604 triliun yuan pada 2004 jika dibandingkan dengan 249,7 triliun yuan pada tahun 1980. PDB Indonesia saja sudah kalah dengan PDB Guangdong.
Perkembangan ekonomi China sekarang sama dengan ekonomi Jerman dan Jepang pada tahun 1860. Rekan-rekan wartawan dari ASEAN, yang diundang Deplu China, rasanya seperti memasuki rimba raya dari sebuah negara dengan perekonomian yang menjulang tinggi. Salut dan decak kagum masih masih terus bermunculan dari negara berbagai belahan dunia lain soal China hingga sekarang. Jubir Deplu Laos Yong Chanthalangsy mengatakan, Kita (ASEAN) tidak bisa mengalahkan China, perkembangannya begitu dahsyat. Coba datang ke China setiap 5 tahun sekali, maka keadaaan sudah berubah.
INDONESIA Vs CHINA
INDONESIA Vs CHINA
Kita kagum campur iri pada China dan membuat kita bertanya-tanya. Mengapa ibu pertiwi ini seperti menjadi soft state, julukan Gunnar Myrdal-ekonom penerima hadiah Nobel-untuk negara yang tidak bisa menegakkan hukum dan pemerintahan yang lemah dalam banyak hal? Mengapa negara ini terus menangis didera isu pengeboman, gerakan sectarian yang mengancam Bhineka Tunggal Ika, gejala mulai munculnya tirani mayoritas, hiruk-pikuk politik, birokrasi serta kita semua yang seakan tidak peduli dengan nasib jutaan rakyat miskin yang membutuhkan penghasilan yang intinya adalah pertumbuhan ekonomi? “Asal mau, kita bisa membalikkan keadaan” kata Budiarjo Tek. Itu benar! Perekonomian itu bukanlah sebuah permainan zero sum game alias jika sebuah negara tumbuh, maka negara lain harus merosot. Perekonomian tidaklah demikian. Investor global itu, selalu ingin menjaga resiko investasi dengan tidak focus pada sebuah negara.
Aliran investasi ke China bukan karena Indonesia ditinggal demi China. Benar bahwa uang mengalir ke China dan sementara melupakan Indonesia. Akan tetapi, hal itu lebih karena kita tidak melayani investor dengan baik dan kita terus diharubirukan oleh gejolak ekonomi, sosial, politik, dan lain-lain. Itu menjadi stagnan secara ekonomi dan disalip oleh China.
Aliran investasi ke China bukan karena Indonesia ditinggal demi China. Benar bahwa uang mengalir ke China dan sementara melupakan Indonesia. Akan tetapi, hal itu lebih karena kita tidak melayani investor dengan baik dan kita terus diharubirukan oleh gejolak ekonomi, sosial, politik, dan lain-lain. Itu menjadi stagnan secara ekonomi dan disalip oleh China.
Pada tahun 1991, Shanghai tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Jakarta. Dalam sejarah perbandingan ekonomi dan dalam daftar-daftar berisikan indicator pembangunan, China selalu menjadi negara paria soal perekonomian dan buntut lainnya adalah negara paria juga pada aspek sosial dan politik. Akan tetapi, kini keadaan berbanding berbalik drastis dan China menjadi magnet bagi investasi. “Kita menjadi negara yang punya reputasi internasional setelah lama tenggelam dari panggung,”kata PM China Wen Jiabao tahun 2004.
Itulah buah dari kebijakaan yang awalnya sederhana saja pada 1978 lalu. Setelah kegagalan demi kegagalan produksi pertanian, basis utama ekonomi China di masa lalu, akhirnya petani dibebaskan memproduksi sendiri komoditas yang diinginkan. Sebenarnya sejak berkuasa pada 1949, sangat besar niat Partai Komunis untuk menjadikan China menjadi kuat secara ekonomi. Misalnya, dilakukanlah program lompatan jauh ke depan yang dilaksanakan dengan mobilisasi penduduk untuk memproduksi pertanian dan mendalami sector industri.
JIWA WIRAUSAHA
JIWA WIRAUSAHA
Keputusan untuk menjalankan mekanisme pasar, merupakan inti dari reformasi ekonomi. Inisiatif dan semangat rakyat dirangsang. Surplus hasil pertanian bisa dijual di pasar untuk kepentingan sendiri dan hanya bagian tertentu yang wajib disetor ke pemerintah. Enterpreneurship (jiwa wirausaha) dimanfaatkan. Dalam beberapa tahun saja, produksi pertanian melejit. Inilah titik kritis terpenting dalam kemajuan ekonomi China sekarang ini. Melihat hasil itu, penentang ekonomi pasar pun di China berubah dengan sendirinya dan agak tenggelam dari panggung politik.
Ekonomi dan ekonomi, itulah yang menonjol dalam program utama pemerintahan China sejak 1979 hingga mendarah daging pada benak para pejabat. Periode ini, penonjolan pada penguatan ideologi komunisme tidak terlalu nampak seperti terjadi pada periode 1949 hingga 1978. Sejak 1978 ratusan ribu warga China dikirim ke AS, Eropa untuk mendalami fondasi perekonomian pasar. China memikirkan apa yang harus dilakukan sebagai konsekuensi dari penggunaan model ekonomi pasar. Lalu pada 1979, China memutuskan meliberalisasi sektor keuangan dengan memanfaatkan kehadiran bank. Dana pembangunan yang sebelumnya mengandalkan alokasi anggaran pemerintah, mulai diserahkan ke lembaga perbankan, yang juga merupakan bagiandari pengenalan kepada mekanisme pasar yang relatif lebih efektif soal alokasi kredit.
Sedangkan pemerintah melakukan desentralisasi wewenang terhadap pemerintah local untuk mengembangkan perekonomian setempat. Sukses mendatangkan investasi menjadi faktor utama yang diperhitungkan dalam peningkatan karir, reputasi dan imbalan bagi pejabat China. Deputi Direktur Development Research Center of Guangdong mengatakan bahwa Komite Pusat Partai Komunis China mengharuskan pemerintah melayani investasi asing demi perekonomian.
“Jika tidak, pejabat bisa menghadapi masalah” kata Ron Zhang, pengusaha membuat alas kaki (footwear). Akibatnya, berbagai provinsi seperti berebutan dan saling bersaing meraih investasi asing. “Bukan berarti para pejabat di China korup. Mereka korup juga, tetapi mereka benar-benar memegang janji untuk memuaskan investor,” kata Santoso. Sukses ekonomi China sebagai hasil dari pengenalan mekanisme pasar, desentralisasi otoritas ke Pemda dan liberalisasi keuangan. Belum sempurna seperti perekonomian Barat tetapi fondasi menuju pertumbuhan ekonomi sudah diletakkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar